SELAMAT DATANG DI BLOG KAMI... :))

28 October 2008

DEMAM BERDARAH

Pengendalian Terpadu Nyamuk Demam Berdarah


MEMASUKI musim hujan, demam berdarah dengue (DBD) kembali menjadi momok menakutkan bagi masyarakat. Lebih-lebih bila kondisi cuaca yang berubah-ubah, sehari hujan, besoknya panas menyengat, dan kemudian hari berikutnya hujan lagi. Kondisi tersebut sangat potensial untuk berkembangnya nyamuk Aedes aegypti, sang vektor penyebar DBD.

Sedikitnya 197 warga Jawa Barat meninggal dunia akibat DBD selama Januari-Oktober 2005 atau hampir 20 orang meninggal setiap bulannya (Pikiran Rakyat, 19/10),. Berdasarkan data di Dinas Kesehatan Jabar, warga terbanyak yang meninggal akibat DBD adalah warga Kota Bandung sebanyak 25 orang (data Dinkes Kota Bandung, malahan menyebutkan 27 orang). Sementara warga Kab. Cirebon sebanyak 21 orang dan Kota Bekasi, Kota Depok, dan Kab. Bogor masing-masing 20 orang.

Mematikan
Demam berdarah termasuk penyakit yang sudah sohor karena terjadi hampir tiap tahun dan memakan korban. Perlu diingat, penyakit ini tak kurang mematikan bila dibanding SARS atau malaria. Demam berdarah terjadi setiap tahun pascamusim hujan dan terjadi di daerah perkotaan (baca: dominannya). Penyebabnya, tak lain virus yang menulari manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk pengelana di siang hari dan istirahat di malam hari ini memiliki bentuk tubuh kecil dan bercak-bercak hitam putih.

Nyamuk Aedes aegypti bersifat anthropophilic, walaupun mungkin akan mengisap darah hewan berdarah panas lain yang ada. Sebagai spesies yang aktif di siang hari, nyamuk betina mempunyai dua waktu aktivitas menggigit, yaitu beberapa jam di pagi hari dan beberapa jam sebelum gelap. Puncak aktivitas menggigit bergantung pada lokasi dan musim. Apabila pada waktu mengisap darah terganggu, Aedes aegypti dapat mengisap darah lebih dari satu orang. Jadi, wajar saja apabila beberapa anggota dari satu keluarga yang sama terjangkit penyakit dalam waktu 24 jam, mereka dapat terinfeksi oleh nyamuk yang sama. Pada umumnya Aedes aegypti tidak menggigit di malam hari, namun mungkin menggigit dalam ruangan yang terang di malam hari.

Sebanyak 100 ekor telur yang dihasilkannya, akan menjadi pasukan baru yang siap menyebarkan wabah demam berdarah. Nyamuk Aedes aegypti betina biasanya terinfeksi virus dengue pada saat dia mengisap darah dari seseorang yang sedang dalam fase demam akut (viraemia). Virus dari pengidap demam berdarah akan berkembang di tubuh nyamuk selama 8 ? 10 hari (inkubasi ekstrinsik). Virus berkembang menjadi banyak dan masuk kelenjar nyamuk. Kelak ludah yang mengandung virus akan menulari manusia lain. Setelah masa inkubasi di tubuh manusia selama 3 ? 14 hari (rata-rata selama 4 ? 6 hari), timbul gejala awal penyakit secara mendadak.

Viraemia biasanya muncul pada saat atau persis sebelum gejala awal penyakit tampak dan berlangsung selama kurang lebih 5 hari setelah dimulainya penyakit. Saat-saat tersebut merupakan masa kritis di mana penderita dalam masa infektif untuk vektor nyamuk yang berperan dalam siklus penularan. Penderita tidak terlindung terhadap kemungkinan digigit nyamuk.

Virus hanya dapat hidup pada sel yang hidup sehingga ketika virus masuk ke dalam tubuh manusia, ia akan bersaing dengan sel manusia terutama untuk keperluan protein. Persaingan ini sangat bergantung pada daya tahan tubuh manusia. Gejala inilah yang menyebabkan terjadinya demam tinggi.

Demam tiba-tiba
Demam berdarah atau dengue fever akibat dari virus dengue yang memiliki empat jenis virus yaitu serotipe 1, 2, 3, dan 4. Nama lain dari penyakit demam berdarah adalah demam nyeri tulang, Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Dengue Shock Syndrome (DSS). Bentuk virusnya bulat berdiameter 40 ? 50 nm dikelilingi duri. Pembawa virus bisa di tubuh manusia, primata, mamalia lain, dan burung.

Pengidap demam berdarah dapat diketahui dari panas yang tiba-tiba meninggi selama 2 ? 7 hari, suhu tubuh mencapai 38 derajat C, nyeri ulu hati karena terjadinya pembengkakan atau hepatomegali (pada perut kanan atas), pendarahan spontan bisa berupa bintik-bintik merah di kulit (petekie), mimisan, gusi berdarah, dan yang lebih parah lagi dapat disertai muntah darah, melena. Pada keadaan yang berat, dapat terjadi syok yang ditandai dengan nadi yang lemah dan cepat, serta turunnya tekanan darah, kulit dapat teraba dingin dan lembab, terutama pada ujung hidung, jari tangan dan kaki, penderita tampak gelisah dan mulut kelihatan kebiruan.

Tahap kritis penyakit adalah ketika masa penurunan suhu (defervescence). Munculnya trombositopenia dengan disertai hemokosentrasi terjadi sebelum suhu tubuh turun dan atau mulainya masa syok.

Lantas, uji serologis di laboratorium berupa kadar trombosit yang menurun di bawah angka normal 150.000 ? 450.000 dan kenaikan kekentalan darah. Kurangnya trombosit yang berfungsi mempercepat pembekuan darah inilah yang menyebabkan terjadinya pendarahan di mana-mana.

Selain pemeriksaan kadar hematokrit dan trombosit berkala, ada serangkaian pemeriksaan yang harus pula dilakukan untuk mengevaluasi keadaan pasien. Pemeriksaan meliputi serum elektrolit dan gas darah, jumlah trombosit, waktu protombin, waktu tromboplastin parsial dan waktu trombin, serta uji fungsi hati yaitu serum aspartat aminotransferase (sebelumnya dikenal sebagai serum glutamic oxaloacetic transaminase = SGOT), serum alanine aminotransferase (sebelumnya dikenal sebagai serum glutamic pyruvic transaminase = SGPT) dan serum protein.

Banyak minum
Pada penderita demam berdarah dapat dilakukan pertolongan pertama yaitu dengan cara minum sebanyak-banyaknya. Hal itu sangat membantu mengatasi rembesan cairan darah yang menyebabkan kekentalan darah di dalam pembuluh nadi meningkat. Air minum dapat berupa air bening, teh, susu, atau oralit. Bahkan jus buah-buahan cukup membantu penggantian cairan tubuh. Dan keuntungan lain adalah kandungan vitamin untuk turut menjaga kebutuhan gizi pasien. Dalam beberapa hari saja, keadaan penderita penyakit ini dapat menjadi parah dan menyebabkan kematian. Sungguh mengerikan memang, hanya karena seekor nyamuk yang menjadi ?vampire mini? bisa mematikan manusia.

Oleh sebab itu, upaya pencegahan wabah DBD harus terus dilakukan secara berkesinambungan, baik dari masyarakat sendiri maupun pemerintah. Masa-masa rawan yaitu pascamusim hujan perlu diwaspadai dengan meningkatkan kebersihan lingkungan. Genangan air yang menjadi habitat pembiakan nyamuk sedapat mungkin dimusnahkan. Sedangkan tempat-tempat air ditutup rapat-rapat. Upaya lain menggunakan kelambu saat tidur, obat oles untuk mengusir serangan nyamuk. Ingat, 3 M ( membersihkan, menutup, mengubur).

Pengendalian nyamuk
Pengendalian adalah suatu usaha untuk mengekang suatu hal dengan pengaturan sumber daya, agar tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan cara membandingkan antara usaha dengan suatu standar tertentu yang telah ditetapkan. Tujuan pengendalian vektor adalah menurunkan kepadatan vektor pada tingkat yang tidak membahayakan kesehatan. Cara pengendalian DBD yang dapat dilakukan saat ini adalah dengan memberantas nyamuk penularnya, karena vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi belum ada. Pada dasarnya pengendalian vektor DBD dapat dilakukan dengan 4 cara.

Pertama, pengendalian lingkungan. Langkahnya terdiri dari pengendalian terhadap nyamuk dewasa dan pradewasa. Pada prinsipnya pengelolaan lingkungan ini adalah mengusahakan agar kondisi lingkungan tidak/kurang disenangi oleh nyamuk sehingga umur nyamuk berkurang dan tidak mempunyai kesempatan untuk menularkan penyakit atau mengusahakan agar untuk nyamuk dan manusia berkurang. Usaha ini dapat dilakukan dengan cara menambah pencahayaan ruangan dalam rumah, lubang ventilasi, mengurangi tanaman perdu, tidak membiasakan menggantungkan pakaian di kamar serta memasang kawat kasa.

Pengendalian terhadap nyamuk pradewasa. Pengelolaan lingkungan tempat perindukan ini adalah usaha untuk menghalangi nyamuk meletakkan telurnya atau menghalangi proses perkembangbiakan nyamuk.

Kedua, pengendalian secara biologis. Yakni berupa intervensi yang dilakukan dengan memanfaatkan musuh-musuh (predator) nyamuk yang ada di alam seperti ikan kepala timah dan goppy.

Ketiga, pengendalian secara kimia. Yakni berupa pengendalian vektor dengan bahan kimia, baik bahan kimia sebagai racun, sebagai bahan penghambat pertumbuhan ataupun sebagai hormon. Penggunaan bahan kimia untuk pengendalian vektor harus mempertimbangkan kerentanan terhadap pestisida yang digunakan, bisa diterima masyarakat, aman terhadap manusia dan organisme lainnya, stabilitas dan aktivitas pestisida, dan keahlian petugas dalam penggunaan pestisida.

Keempat, pengendalian terpadu. Langkah ini tidak lain merupakan aplikasi dari ketiga cara yang dilakukan secara tepat/terpadu dan kerja sama lintas program maupun lintas sektoral dan peran serta masyarakat.***